Bermula dengan penuturan tentang keindahan suasana dini hari di Pesantren Darul Quran, Kang Abik berhasil mengajak pembacanya untuk seakan memasuki satu demi satu alur cerita di bagian kedua dari karya dwilogi Pembangun Jiwa-nya “Ketika cinta Bertasbih” ini.
Kehadiran seorang gadis jelita dengan kekhusyuan ibadahnya di sepertiga malam terakhir itu, telah memperkuat karakter ia, seorang mahasiswi terbaik di Al Azhar University, ialah Anna Althafunnisaa. Seorang putri dari Kiai Lutfi pemilik pondok pesantren Daarul Qur’an.
Kisah berlanjut dengan pemaparan suasana kegundahan hati seorang master lulusan terbaik pula dari Universitas tertua di dunia itu. Furqan. Tentunya kita masih ingat ia ketika disaat-saat kebahagiaan ia akan keberhasilannya meraih gelar master, ia juga harus rela menyandang predikat sebagai pengidap HIV di Ketika Cinta Bertasbih (KCB) 1.
Kegundahan hati itu terus berlanjut walaupun sampai ketika Anna menerima pinangannya dari Furqan. Ia bagai berada di ujung sebuah tebing kebimbangan, antara meneruskan ke jenjang pernikahan atau membatalkan semuanya.
Sampai akhirnya, pil pahit harus ditelan oleh banyak dari para pria yang selama ini menaruh hati pada Anna Althafunnisaa. Tak terkecuali Khairul Azzam, seorang mahasiswa Al Azhar yang baru dapat menyelesaikan kuliahnya setelah hampir 9 tahun lamanya ia berada di negeri para nabi itu. Pada bagian kedua karya dwilogi ini diceritakan tentang kepulangan Azzam yang disambut bahagia oleh keluarganya. Banyak perubahan yang terjadi pada kehidupan keluarga Azzam jika dibandingkan dengan kehidupan 9 tahun yang lalu sebelum ia berangkat menunaikan cita-cita. Salah seorang adiknya yaitu Ayatul Husna kini telah menjadi seorang cerpenis remaja yang mendapatkan penghargaan dari Menteri Pendidikan Nasional Indonesia.
Sampai akhirnya, pil pahit harus ditelan oleh banyak dari para pria yang selama ini menaruh hati pada Anna Althafunnisaa. Tak terkecuali Khairul Azzam, seorang mahasiswa Al Azhar yang baru dapat menyelesaikan kuliahnya setelah hampir 9 tahun lamanya ia berada di negeri para nabi itu. Pada bagian kedua karya dwilogi ini diceritakan tentang kepulangan Azzam yang disambut bahagia oleh keluarganya. Banyak perubahan yang terjadi pada kehidupan keluarga Azzam jika dibandingkan dengan kehidupan 9 tahun yang lalu sebelum ia berangkat menunaikan cita-cita. Salah seorang adiknya yaitu Ayatul Husna kini telah menjadi seorang cerpenis remaja yang mendapatkan penghargaan dari Menteri Pendidikan Nasional Indonesia.