JAKARTA UNDERCOVER 2

"KENAPA laki-laki rela menghamburkan uang jutaan rupiah demi mendapatkan kenikmatan sesaat?" Atau... "Kenapa pula tak sedikit wanita yang membelanjakan uangnya untuk mendapatkan kencan kilat di pelukan laki-laki 'penjaja cinta'?"
Sebuah pertanyaan yang muncul pada satu sore yang menyejukkan di pertengahan Juli 2003, ketika saya Bersama dua teman baik saya; sebut saja Indra dan Lucky, tengah asyik menyeruput secangkir kopi panas di kafe Boutique 21 — tempat saya bersama teman-teman sering menikmati happy hours atau afternoon ten, Plaza Senayan, Jakarta Selatan. Ini, bukan kali pertama, kedua atau ketiga, kami biasa mengobrol santai ihwal perilaku seks yang terjadi di ibu kota. Tiap ada waktu senggang di kala sore, kami selalu kontak dan "janjian" nongkrong di Plaza Senayan. Dua karib saya itu—Indra dan Lucky, termasuk "clubber mania" yang tak pernah lepas dari aktivitas dugem. Soal "road show" dari kafe ke kafe atau dari diskotek ke diskotek, sudah jadi makanan saban malam gaul — Rabu, Jumat dan Sabtu malam. Pantas memang, kalau sosok mereka sudah tak asing di kalangan "nite society"
Jakarta. Sebutan yang pas buat mereka, bukan lagi "member guest" tapi "member face" karena wajahnya nyaris ada pada setiap malam-malam clubbing Saya termasuk yang rajin pergi "dugem" bersama mereka ke sejumlah kafe atau diskotek trendsetter. Sudah hampir tiga tahun terakhir ini, mereka menjadi teman setia selama melancong ke sejumlah tempat clubbing, tidak saja yang hanya menyuguhkan sajian suasana dan musik yang menggoda, tapi juga sering kali menyempatkan diri singgah ke sejumlah tempat hiburan yang menyediakan paket-paket "pelesir cinta". Indra, berusia 30 tahun, sehari-hari menjadi manager Promosi untuk sebuah perusahaan rokok merek internasional. Sementara Lucky, berusia 34 tahun, punya Istri dan dikaruniai satu anak, mengelola sebuah restoran di kawasan Kemang,

pesan sponsor

advert